Ketika pramuka resmi tidak lagi menjadi eskul wajib di sekolah, maka mending bersyukur dan mawas diri bahwa kita mesti bebenah.
Karena sudah lama kita tak lagi berada di hutan dan tersesat. Atau malah kita sedang berada di hutan dan ga sadar sedang tersesat. Maklum kita sudah tak mengenal hutan yang sebenarnya.
Masih romantis dengan hutan dulu tempat kita berkemah dan nyawang bulan sambil sendu berpuisi tentang kegiatan pramuka yang gegap gempita di masa lampau?
Belum Move On
Tidak apa kita memang masih belum move on, walau dengar kabar deforestasi hutan di Indonesia sampai tahun 2024 mencapai 175,4 juta hektar. Kita bisa tetap tenang. Kita punya saka wanabakti. Aman.
Lagian sudah ada bumi perkemahan di seluruh penjuru kota kabupaten. Sudah enak, bisa tinggal datang lalu kemping. Mlehoy. Tenda dapat sewa, makanan ga usah repot. Ga usah jeblog-jeblogan tanah kotor. Atau mencoba menanak nasi ngaliwet, semuanya sudah tersaji di tempat kemping.
Tinggal pake seragam pramuka yang mentereng. Penuh pencapaian dan tanda kecakapan khusus. Atribut yang sesak menempel di baju. Biarin cuma kita yang tahu apa arti itu semua.
Masyarakat memang sudah tidak mau tahu.
Kita sedang asek sendiri. Berlatih semaphore, morse dan baris berbaris. Belum lagi tali temali dan P3K. Keahlian penting di masa lalu yang sudah digantikan dengan keahlian dan peralatan baru yang lebih efisien.
Kita tak peduli zaman terus berubah dengan cepat. Mungkin sebentar lagi kita disebut orang-orang yang hidup di zaman batu. Begitu bangga dan gembira sendiri. Tidak apa yang penting kegiatan tetap berjalan.
Budgetnya selalu tersedia? Dari dana hibah atau sponsor?
Kita Tidak Menarik Lagi
Toh itulah kita akhirnya, seperti sebuah mekanik yang terus harus bergerak agar tidak aus dimakan waktu. Kita sedang mempertahankan kerentaan. Makin mapan makin asek, biar terus menumpuk beragam penyakit.
Sebuah ironi ketika kita punya aturan yang dasyat tentang tingkatan umur, teknis latihan gerakan kita tak memperlihatkan tanda-tanda kalau kita bisa diterima di setiap umur dan zaman.
Kita sedang mengubur diri dari kenyataan. Bahkan rakernas pramuka tahun 2013 yang menyatakan, bahwa kita tidak menarik lagi juga tak membuat kita bergeming.
Hutan belantara perubahan zaman telah membuat kita tersesat. Kita tidak sadar, walau hutan ini gemerlap tapi kita tetap harus memandu bahtera pramuka keluar dari hutan.
Hutan yang penuh binatang buas yang bisa menggondol duit 6 miliar. Atau binatang licik yang butuh jaringan pramuka demi syahwat politiknya.
Jaringan kita yang luas sampai tingkat gugus depan di sekolah itu demi alloh menggiurkan. Bagi pebisnis maupun politikus. Kita yang jujur namun lugu akan segera tabek, bagai kerbau dicocok hidung kalau hanya berpikir yang penting kegiatan pramuka tetap berjalan.
Lalu Dasa Darma itu buat apa?
Kan wajar kalau pramuka tidak lagi jadi eskul wajib di sekolah, karena ladang bisnisnya juga masih terlihat. Setiap murid di sekolah-sekolah wajib memakai seragam pramuka.
Celakanya bisnis ini sama sekali tak jadi keuntungan pramuka. Setiap peserta rainas masih harus bayar sampai jutaan agar bisa ikut serta.
Sekian puluh tahun usia pramuka sama sekali tak bisa membuat generasi terbaiknya untuk ikut rainas tanpa biaya. Wow, sedang apa gerakan pramuka kita ini? Dimanakah gerangan semangat mandiri kita tinggalkan? Di urungan kader kita yang setia yang jungkir balik mencintai kegiatan pramuka?
Sudah tidak tertarikkah sponsor mendanai kita? Atau dana itu tak kunjung cukup?
Para Pecinta Pramuka
Benar-benar rumit. Tapi percayalah di tengah ketinggalan ini, ada yang tetap mencintai kegiatan pramuka. Mereka yang tidak lagi aktif berlatih tiap minggu. Sebagian besar mereka juga bukan anggota pramuka yang menjabat di struktur kepramukaan.
Mereka adalah alumni pramuka ambalan Thomas Alfa Edison dan Marie Curie. Ambalan mereka dulu bergugus depan di STM N 2, yang sekarang menjadi SMK N 4.
Mereka mulai mengadakan acara tahunan , persami menjelang hari pramuka bertajuk Tepung Sono. Pada tanggal 12-13 Agustus 2023, mereka berhasil menghadirkan 116 orang untuk ikut persami sekaligus memperingati hari pramuka.
Problematika pramuka menjadi perbincangan di tengah hangatnya pertemuan mereka. Api unggun di bumi perkemahan puntang saat itu dinyalakan oleh alumni pramuka. Peringatan hari pramukapun khidmat dan penuh tetesan air mata.
Kenangan ketika mereka sama-sama aktif di pramuka mampu membuat mereka bahu membahu mengadakan acara yang jarang dilakukan oleh alumni pramuka.
Acara yang mirip reuni ini tak berhenti. Pada tanggal 9-10 Agustus 2025 kembali mereka mengadakan Tepung Sono.
Festival Film Pendek Pramuka
Kali ini mereka ngobrol habis-habisan dan menggagas kegiatan yang out of the box. Mereka bertekad membuat pramuka kembali menarik. Mereka sepakat untuk mulai mempublikasikan kegiatan Tepung Sono sebagai acara puncak dari even-even yang mereka gagas.
Salah satu kegiatan even yg akan mereka gulirkan adalah Festival Film Pendek Pramuka (FFPP). Agak gila memang. Tapi mereka adalah pribadi-pribadi yang dulu di didik pramuka untuk tidak gentar pada sesuatu yang belum mereka coba.
Mereka dididik menjadi pandu.
Para alumni pramuka yang berserakan, kalau bersatu menjadi potensi besar mendukung dan menyuarakan kecintaan mereka pada pramuka. Mereka bisa melakukan kegiatan yang tidak bisa dilakukan oleh kawan-kawannya yang ada di struktural pramuka.
Kegiatan yang disebut sebagai kegiatan out of the box.
Dasar pemikiran ini membuat alumni pramuka ambalan Thomas Alfa Edison - Marie Curie yang tergabung dalam grup wa baraya ambalan menyimpulkan, mereka harus mempublikasikan kegiatan reuni mereka, Tepung Sono, menjadi kegiatan kreatif yang dipublikasikan dan melibatkan alumni - alumni pramuka dari gugus depan lain.
Baraya Ambalan akan membuat Tepung Sono 3 di tahun 2026 menjadi puncak acara dari even-even kreatif yang diselenggarakan sebelum Tepung Sono 3 digelar.
Kegiatan ini akan digarap secara profesional. Dipublikasikan secara masif di media sosial yang mereka miliki.
Tepung Sono yang digagas alumni Pramuka ambalan Thomas Alfa Edison - Marie Curie memasuki babak baru. Gagasan Tepung Sono yang tadinya hanya ditujukan untuk mempersatukan alumni TAE - MC, kini memasuki pentas yang lebih luas.
Mempersatukan semua alumni pramuka untuk bahu membahu membuktikan kalau pelatihan yang dulu mereka terima, bisa membuat mereka mampu kreatif dan bermanpaat.
Mereka yakin kegiatan seperti ini yang ditunggu masyarakat.
Tepung Sono akan membawa gerbong pecinta pramuka, baik yang struktural maupun non struktural atau alumni pramuka menggelar kegiatan - kegiatan yang tidak biasa, tapi kreatif dan mampu merengut perhatian masyarakat.
Alumni pramuka bisa dengan bebas membuat gebrakan.
Kita yakin.
Komentar